Investasi
sedang maraknya di Indonesia saat ini. Tak hanya investasi sungguhan, bahkan
investasi ‘bodong’ pun kian menyeruak.
Direktur
Utama PT BNP Paribas Investment Partners Indonesia Vivian Secakusuma
mengatakan, investor perlu waspada dan hati-hati dalam berinvestasi baik di
pasar saham, reksa dana, maupun obligasi. Untuk mengantisipasi terjebak
investasi bodong, Vivian mencoba memberikan tips agar aman berinvestasi.
Vivian
menjelaskan, setiap individu memiliki tingkat risiko yang berbeda. Hal itu akan
mempengaruhi produk investasi yang cocok untuk investor, seperti profil
kebutuhan likuiditas, usia, toleransi atas risiko investasi, profil kebutuhan
masa datang, karena profil risiko akan menentukan komposisi aset alokasi suatu
portofolio investasi pada suatu periode tertentu.
“Itu
perlu direview,” kata Vivian saat ditemui di kantornya, di Mayapada Tower,
Jakarta, Senin (4/3/13).
Selain
itu, investor juga jangan sampai tergiur dengan iming-iming bunga yang tinggi
karena tidak ada investasi mana pun yang menjanjikan keuntungan 100%. Track
record alias rekam jejak perusahaan juga perlu ditelusuri.
“Lihat
profil perusahaan, jangan tergoda bunga tinggi, bunga ditentukan oleh
likuiditas. Jadi baiknya pilih yang wajar,” ujarnya.
Setelah
itu kita juga perlu melihat macam-macam instrumen investasi untuk mengetahui
resiko dalam berinvestasi karena setiap investasi memiliki tingkat risiko
berbeda-beda tergantung produk yang dipilih.
Investasi
yang memiliki resiko paling kecil, yakni deposito. Deposito dianggap aman
karena tidak terpengaruh dengan inflasi. Rata-rata bunga deposito berada di
kisaran 6% per tahun.
“Deposito
boleh dikatakan hampir tidak memiliki risiko karena dijamin oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) sebesar maksimal Rp 2 miliar, Semakin kecil likuiditas
suatu bank maka bunga yang ditawarkan dalam deposito semakin besar dan
sebaliknya,” terangnya.
Instrumen
kedua yakni Obligasi. Investasi di instrumen ini memiliki dua pilihan yaitu
obligasi korporasi dan obligasi pemerintah. Obligasi pemerintah dinilai minim
risiko gagal bayar (default) karena risiko likuiditas dari obligasi tersebut
ditanggung pemerintah, sementara pemerintah tidak mungkin mengalami krisis atau
bangkrut.
“Apalagi
ekonomi Indonesia sedang bagus-bagusnya,” kata dia.
Sementara
untuk obligasi korporasi, investor perlu tahu kondisi perusahaan penerbit surat
utang dengan melihat peringkat obligasi yang diterbitkan.
“Perlu
dilihat ratingnya dan likuiditasnya agar tidak terjadi gagal bayar,” katanya.
Untuk
instrumen selanjutnya yaitu reksa dana. Investasi jenis ini dinilainya
merupakan investasi jangka panjang, mengingat acuannya ada di pergerakan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Saran
saya jika berinvestasi di reksa dana ada baiknya jika sudah mendapat untung,
ambil keuntungannya saja. Jumlah pokok investasi jangan ditarik. Sebab
pergerakan IHSG berfluktuatif. Jika indeks mulai naik lagi dan terus naik,
ambil lagi,” ungkapnya.
Investasi di Indonesia harus ekstra hati-hati, disebabkan sebagai negara berkembang tentu gejolak ekonominya belum stabil disamping banyaknya kasus hukum yang terjadi, komentar juga ya di blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
ReplyDelete