Thursday, May 3, 2012

Kebudayaan Jawa Timur

I. Pendahuluan

     Masyarakat Jawa Timur memiliki banyak tradisi yang masih hidup (the living traditions) dan dimanfaatkan serta dibanggakan oleh para pendukungnya. Tradisi-tradisi tersebut, antara lain, berupa berbagai bentuk kesenian yang memiliki banyak pewaris, baik pewaris aktif (active bearers) atau pelaku seni maupun pewaris pasif (passive bearers) atau penikmat seni. Bentuk kesenian yang masih hidup tersebut secara garis besar dapat dibagi dua, yakni kesenian agraris, antara lain, tayub, sandur, seblang, gandrung, dan reog, serta kesenian nonagraris seperti ludruk, wayang orang, kentrung, topeng, ketoprak, jinggoan, janger, dan lain-lainnya. 
     Salah satu bentuk kesenian agraris yang sampai sekarang masih hidup dan memiliki pewaris aktif dan pasif yang cukup banyak di Jawa Timur, bukan hanya di wilayah kebudayaan Jawa Ponoragan, adalah reog Ponorogo. Sedangkan untuk kesenian nonagrarisnya adalah sebuah teater rakyat yang disebut ludruk. Kedua bentuk seni pertunjukan ini memiliki pewaris aktif dan juga pewaris pasif yang tersebar di berbagai tempat. Namun demikian, sejalan dengan bertumbuhnya produk-produk kebudayaan global, terutama pop arts, posisi kedua bentuk kesenian tersebut makin lama makin terjepit. Reog Ponorogo, misalnya, di samping merupakan bentuk kesenian yang unik juga bentuk kesenian yang terkait dengan ilmu kanuragan atau kekuatan fisik. Mereka yang tidak memiliki tubuh yang sehat dan kuat tidak akan mampu menyangga barongan dan dhadhak merak yang cukup berat. Ludruk bisa bertahan karena lakon-lakon yang dipentaskan sangat aktual dan akrab dengan budaya setempat, berupa legenda, dongeng, kisah sejarah dan kehidupan sehari-hari yang menggunakan bahasa yang sangat komunikatif, disertai lawakan yang sangat menghibur.


II. Pembahasan

     Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 km. Lebar bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 km, namun di bagian timur lebih sempit hingga sekitar 60 km. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat MaduraPulau Bawean berada sekitar 150 km sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau-pulau, yang paling timur adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil yakni Nusa Barung danPulau Sempu.
     Mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, etnisitas di Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur daratan. Suku Maduramendiami di Pulau Madura dan daerah Tapal Kuda (Jawa Timur bagian timur), terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di sejumlah kawasan Tapal Kuda, Suku Madura bahkan merupakan mayoritas. Hampir di seluruh kota di Jawa Timur terdapat minoritas Suku Madura, umumnya mereka bekerja di sektor informal.
     Suku Tengger, konon adalah keturunan pelarian Kerajaan Majapahit, tersebar di Pegunungan Tengger dan sekitarnya. Suku Osing tinggal di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi. Orang Samintinggal di sebagian pedalaman Kabupaten Bojonegoro.
     Selain penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang. Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan dan mayoritas di beberapa tempat, diikuti dengan Arab; mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali juga tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah kawasan industri lainnya.

Kesenian

     Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
    Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasanreog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan, Angling Darma, dan Sarip Tambak-Oso.
     Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
     Terdapat pula kebudayaan semacam barong sai di Jawa Timur. Kesenian itu ada di dua kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember. Singo Wulung adalah kebudayaan khas Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan kadhuk. Kedua kesenian itu sudah jarang ditemui.
Budaya dan Seni
     Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.
     Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.
     Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta.
     Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu.
     Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan(upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.

     Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Masyarakat di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah lain di Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk ke dalam keluarga wanita.
     Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.
Arsitektur
Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).
Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.

III. Penutup
      Secara budaya, hidup mati sebuah seni pertunjukan tidak pernah tergantung kepada pemerintah atau kepada institusi terkait yang mendapat amanah untuk menanganinya. Baik pemerintah maupun institusi terkait hanya berperan sebagai pemicu awal dan bukan kekuatan besar yang menjamin kelangsungan hidup sebuah produk kebudayaan. Yang bisa menjamin kelestarian sebuah produk kebudayaan dalam era kapitalisme global ini adalah para pewaris aktif dan pasar (baca: pewaris pasif). Apabila para pewaris aktifnya masih mempertahankan dan memeliharanya dengan baik, maka sebuah produk kesenian akan tetap hidup. Begitu juga, apabila pasar (penikmat, pewaris pasif) masih membutuhkan dan mengapresiasinya, maka ia akan bertahan sebagai komoditas yang memiliki arti ekonomis sehingga para pewaris aktifnya dapat memperoleh rezeki darinya. Tetapi apabila pasar tidak membutuhkannya, maka ia hanya akan bertahan sebagai klangenan bagi para pewaris aktifnya saja, yakni menjadi sesuatu yang dicintai dan diapresiasi secara pribadi, tetapi nilai ekonomisnya sangat rendah. Hal ini juga berlaku bagi seni reog dan seni ludruk.
     Ada tiga hal yang dapat mempertahankan kehidupan suatu bentuk seni pertunjukan. Pertama, memiliki pewaris aktif yang memiliki komitmen kuat untuk melestarikan seni pertunjukan yang digelutinya. Reog dan ludruk mempunyai pewaris aktif yang cukup setia, dan itulah yang membuat keduanya dapat bertahan. Kedua, memiliki pewaris pasif yang cukup setia untuk datang dan membeli pementasan karena pewaris pasif adalah pasar yang dapat mendukung keberadaan sebuah seni pertunjukan. Sejatinya, seni reog yang bercitra agraris dan seni ludruk yang bercitra nonagraris masih memiliki penikmat yang fanatik. Ketiga, ada campur tangan negara. Di Provinsi Jawa Timur, seni reog dan ludruk menjadi kebanggaan para pewarisnya karena keduanya menjadi penyangga identitas lokal pemiliknya.

              http://www.javanologi.info